Logo SMAN 1 Ciparay : Sebuah Identitas

July 12, 2011 at 10:04 am | Posted in Kegelisahan | Leave a comment

Berikut ini adalah logo SMAN 1 Ciparay.

Ayo siapa yang tahu apa makna dibalik logo berikut simbol dan warna yang dikandungnya.

Sebagai student of SMAN 1 Ciparay.., adakah yang tahu makna logo tersebut.

Diantos bae….

Mentri Sudah Ada, Presiden juga ada, untuk apa sekolah??

March 23, 2009 at 11:32 pm | Posted in Kegelisahan | Leave a comment
Tags: , ,

Begitulah kata-kata yang pernah saya dengar dan masih saya ingat hingga saat ini. Kalimat tersebut terucap dari tetangga saya yang sedang mencangkul di sawah. Waktu itu, saya Cuma tersenyum dan tidak memberikan jawaban apa-apa, karena tidak tahu persis jawabannya kayak gimana, maklum polos banget saya waktu itu.

Bisa jadi cara pandang itu juga dimiliki sebagian masyarakat kita. Memang betul sih, persiden sudah ada, mentri masih banyak. Ngapain pula sekolah yang hanya buang2 waktu dan tenaga? Memang sebuah cara pandang yang sederhana.

Tapi jika saya teliti, cara pandangan tersebut tidak lah terlalu baik dan belum tentu benar. Saya pikir kita sekolah tidak melulu bahwa ujung-ujungnya jadi menteri atau jadi presiden. Kita sekolah agar kita bisa memahami alam sekitar dan memanfaatkannya dengan baik. Tapi memang sih, sekolah tidak harus formal, bisa juga secara informal. Namun demikian dalam kondisi dimana bukti tertulis juga berperan penting, maka mengikuti pendidikan dan bersolah secara formal penting juga sehingga bisa meretas jalan menuju jenjang pendidikan formal selanjutnya.

Nah, jika kita tidak bersekolah, maka para presiden dan mentri itu akan keenakan karena warga negaranya nya bodoh-bodoh yang artinya kekuasaan obsolut ada ditangan para penguasa. Orang yang sekolah pun banyak diindoktrinasi oleh pasal-pasal dan sejarah yagn sengaja direkayasa untuk menyuburkan stabilitas kekuasaan ditangan segelintir orang. Apalagi orang yant tidak sekolah yang tidak tahu apa-apa, yant tidak mengalami bagaimana indoktrinasi itu berjalan secara sistematis.

Kini, saya sudah muak dan melupakan pasal-pasal dalam pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila). Waktu itu saya dipaksa untuk hapal, namun saya tidak pernah tahu apa artinya dan bagaimana prakteknya dilapangan. Bukankah itu bentuk pembodohan.
Sekolah sesungguhnya diciptakan bukan untuk membodohi tapi untuk menginspirasi dan memberikan pencerahan.

Menjadi Menteri dan Presiden adalah instrumen saja, tapi pendidikan melihat bagaimana instruement itu digunakan untuk mensejahtrakan rakyat secara luas -bukan rakyat tertensu saja- dengan sistematis dan akademis.

Ayo bersekolah……

Tawuran Pelajar SMUN, Pernahkah??

March 23, 2009 at 10:49 pm | Posted in Uncategorized | 3 Comments
Tags: , , ,
Chaos

Chaos

Salam.
Saya pernah sekolah di SMP Negeri 2 Pacet. Peristiwa tawuran antar pelajar sering terjadi antar sekolah.
Untunglah waktu itu, saya tidak terlibat dengan teman-teman yang bentrok fisik dengan anak-anak dari sekolah lain. Saya dengar, mereka yang terlibat tawuran bahkan menggunakan Batu bata dan saling melempar, bahkan konon ada yang bawa pisau. Bushet deh.

Kenapa sih tawuran antar pelajar mudah sekali terjadi? Apa memang mereka diajarkan “dimensi-dimensi” ke arah tawuran oleh gurunya dikelas? Atau memang itulah cermin pendidikan kita?

Dengar dari kawan waktu di SMP, tawuran itu terjadi bisa dipicu oleh persoalan rebutan cewek, atau karena berpapasan dijalan dan kemudian saling ejek satu salam lain. Atau juga bisa karena salah satu pihak berlagak sombong dan meremehkan anak dari sekolah lain. maka, dengan penuh kebodohan dan luapan emosi, mereka mudah terpelanting dalam kondisi chaos bernama tawuran.

Lagi pula, kenapa harus pakai tawuran. jika memang jantan, maka satu lawan satu dengan tangan kosong adalah lebih baik dan lebih baik jika sportifitas pun tetap dipegang, yang kalah belajar menerima kelalahan dan yang menang tetap bersikap santun, yang menjadi pemengan adalah dia yang mengalahkan kawannya tanpa melukai. tapi nampaknya, tawuran dan main keroyokan lebih digandrungi.

Saya mempertanyakan kembali kedalam sistem pendidikan di kita. bukankah tawuran dan keroyokan antar pelajar merupakan cermin gagalnya sistem pendidikan di kita. pendidikan kita belum berhasil dalam membangun karakter yang tanggung jawab, pemberani dan respektif. yang ditonjolkan malah paksaan untuk menghapal, jika tidak hapal kemudian digebuk, di jewer atau bahkan dipermalukan didepan anak-anak lain.

Apakah reformasi pendidikan itu berjalan atau tidak? kita bisa merasakan itu semua ditempat kita belajar. Saya tidak tahu persis, apakah anak-anak SMUN pernah terlibat tawuran atau tidak? Jika pernah, maka cukup satu kali saja karena bangsa ini sedang menghadapi persoalan yang lebih penting kedepan dan memiliki persoalan bangsa yang cukup serius. Butuh orang-orang yang serius pula. tawuran dan keroyokan tdak boleh diberikan tempat untuk terjadi. Kompetesi dalam kreatifitas dan keilmuan harus jadi fokus mulai dari detik ini untuk bisa bersaing dengan belahan bumi lainnya.
Tawuran..now way bro.

by ahmad

Pengalaman Memperkenalkan Kaligrafi di SMUN

March 23, 2009 at 9:40 pm | Posted in Kegelisahan | 3 Comments
Tags: , ,

Calligraphy

Calligraphy


Sebagai orang yang terlahir di daerah Ciparay – Lembur Awi, tepatnya di Kampung Kukun Tanjakan, saya menaruh peduli terhadap institusi pendidikan dekat lingkungan saya. SMUN 1 Ciparay adalah salah satunya. Meski demikian, bukan berarti saya lulusan atau anak SMUN. bukankah SMUN bukan milik orang-orang yang sekolah didalamnya atau guru-guru yang mengajar disana, tapi SMUN adalah juga milik masyarakat dengan latar belakang yang berbeda.

Waktu kursus bahasa inggris di ELC (English Lover Club) milik pak Entis yang dulu berlokasi di Jalan cagak, sekarang di Cikoneng, saya banyak bertemu dengan anak-anak SMUN yang sama-sama mengikuti kursus bahasa inggris di sana. dari sana saya kenal dengan Teh MIla Cs (Rombongan anak SMUN yang kursus di ELC). Klo tidak salah, Teh Mila berasal dari Leles dan di SMUN dia ngambil jurusan IPA, itupun klo tidak salah. Untuk waktu ini, barangkali Teh Mila sudah kelar dan menjadi mantan anak SMUN. Semoga tetap sukses aja Teh!!

Nah kebetulan waktu itu, Teh Mila ini aktif sekali di bagian Rohis (Rohani Islam), semacam organisasi internal yang bergerak dalam aktifitas keagamaan terutama Islam. Pada saat kursus di ELC, saya menawarkan untuk sharing dengan anak-anak Rohis dalam Pembelajaran Seni Kaligrafi. Kesepakatan pun dibikin.

Sebetulnya motive saya untuk memperkenalkan kaligrafi di SMUN, selain untuk memasyarakatkan Seni Kaligrafi juga, saya ingin mengetest mental saya dalam menghadapi anak-anak di kelas. Alhamdulillah, pas datang waktunya, saya bisa memberikan materi tanpa gerogi. Waktu itu, materi kaligrafi yang disampaikan tidak lah terlalu mendalam karena waktunya hanya satu hari saja dan itupun dipotong waktunya untuk melakukan debat dengan menggunakan bhs Inggris. waktu itu yang didebatkan adalah “Should smoking be banned by law?”.

Proses debat dengan bahasa inggrisnya ini ternyata bagus juga untuk melatih daya kritis anak-anak selain melatih kemampan berbahasa. waktu itu, aturannya tidaklah strick harus pake bahasa inggris, karena banyak diantara peserta yang menggunakan bahasa inggris sekaligus bahasa indonesia. hal itu dapat wajar saja, namanya juga latihan berdebat dengan bahasa inggris. yang keluar menjadi pembicara terbaik sesuai suara terbanyak adalah saudari Peni. selamat ya Pen terlah terpilih menjadi pembiara dan pendebat terbaik saat itu.

Hal yang sangat disayangkan waktu itu adalah, Teh Mila sendiri tidak sempat memberikan introduksi terhadap anak-anak. saya langsung dihadapkan sama anak-anak Rohis, habis itu Teh Mila entah kemana, tanpa basa basi, Teh Mila kabur. Gimana sih Teh hehehe..ya mungkin ini juga merupakan proses pembelajaran bagaimana sebuah aktifitas dijalankan dengan baik.

Kegiatan pemberian materi dan debat pun sudah dilakukan. Pas saya mau pamitan, Ketua Rohis menghampiri saya dan hendak memberikan amplop. entah apa isinya. Saya bilang, gak usah deh, saya melakukan hal ini karena “having fun” dengan (menyemai ilmu) bukan karena maaf amplop. Mungkin dia menyamakan saya dengan pemateri-pemateri lain, atau bisa saja dia mengetest idelologi yang saya pakai (Materialist atau tidak). Amplop itu saya tolak dan saya pikir uang itu sebaiknya digunakan untuk meng “energize” kegiatan positif lainnya bagi anak-anak Rohis bahkan anak-anak SMUN secara keseluruhan.

Tapi ada pertanyaan dalam diri saya, Kalo ada Rohis (Rohani Islam), kenapa tidak ada kegiatan yang sama dari agama lain? bukankah SMUN adalah Sekolah Umum dimana apresiasi dan penghormatan terhadap agama yang berbeda dijungjung tinggi. Apakah tidak adanya organisasi keagamaan dari agama selain islam di SMUN merupakan cermin bahwa kebebasan mendirikan organiasi keagamaan di pasung? ah entahlah..ini hanya pertanyaan subjekif dan liar saya saja.
bagaimana pun..terus maju anak-anak SMUN dan bangun sekolah kalian dengan karakter yang berani, tegas dan mengatakan tidak untuk penguasa Tyrant

Abdi Osok Bingung

March 23, 2009 at 8:42 pm | Posted in Kegelisahan | Leave a comment
Tags: , ,

Abdi sok bingung, nahanya dikampung abdi, Kukun, pengajian di masjid tetap berjalan. Dikawitan ti subuh ba’da shalat subuh, teras sore saatos shalat ashar, dugi ka wengi ba’da shalat magrib, tapi para remaja sareng remaji malah bararaong? Janten pangaosan atanapi pangajian seakan-akan teuaya bekasna.

Ah pasti aya nusalah. Abdi gaduh hipotesis atanapi dugaan. faktor-faktor yen pangaosan kahilangan fungsi, kumargi ertama, teuaya model. Kadua, sistem pembelajaran anu wungkul nekanken hapalan oger tiasa disebat normatif. Katilu, miskin dukungan timasyarakat. Anu kahiji persoalan model. model anu dimaksad didieu sanes fashion tentang baju terbaru tapi figur atanapi teladan anu sae. Abdi tangtos ngaraos aneh pisan, jalmi anu sok ngawulang barudak di masjid teh kirang konsisten sareng ucapanana.

Contohnya, ucapanana sering nekanken ulah sok pulang-paling barang batur. eta teh doraka. Tapi dina kahirupan sahari-harina, aya hiji murid anu kabetulan mendakan eta jalmi anu sok ngawulang teh, nyandak sampe ti kebon batur. Akhirna, si murid oge rada bingungen. Dina pikiranana, pasti bertanya, naha ari di masjid, penampilanana manis pisan, tapi diluar masjid, sanes kirang amis deui, pait pisan.

Tangtos wae kondisi eui menimbulkan kesan buruk yen pangaosan teh geningan kitu. Model anu ditampilkeun ku pengajar di masjid teu cocok sareng model anu ditampilkeun di luar masjid. Akhirna si murid ngaraos sia-sia wae ngaos di masjid teh, dah teu aya model anu sae. atos untung muridna kritis, kumaha lamun ninggang ka murid anu resep taklid. bisa-bisa niru kalakuan anu jelekna, soalnya figurna oge jelek. Kadua, persoalan sistem pengajaran.

Sistem pengajaranana bisa disebat terlalu normatif. “lamun maraneh bobogohan, maneh bakal asup kana naraka”. nah sistem pangaosan anu kitu moal menarik, anu aya mah malah nyingsieunan. akhirna, daripada ngaos anu seur singsieunan, para remaja lebih resep kana nonton sinetron atanapi nalongkrong dijalanan. akhirna kan masalah lain maruncul, sapertos pergaulan bebas, bermain narkoba dst.

Anu katilu persoalan miskin dukungan ti masyarakat. maksadna, kamajuan pendidikan oge bergantung tina sajauhmana dukungan ti masyarakat. dukungan tiasa mangrupi ngajurungken budakna ngaos ka masjid. oge tiasa mangrupi masihan kontribusi pemikiran kumaha supados pangaosan teh efektif sareng efisieun kanggo ngawangung mentalitas remaja anu hebring, kuat dsb. oge tiasa mangrupi dukungan finansial satiasana. Anu terjadi, justru sebalikna.

Masyarakatna cenderung cuek bebek kana widang pendidikan. Boboraah masikan kontribusi finansial atanapi pemikiran, ngajurungkeun budakna oge sigana tara diperhatikeun deui. atanapi tiasa wae ngajurungkeun budakna sina ngaji tapi manehna kalah nonton sinetron, kan teu nyambung. sigana ngan sakitu bae seratanana. saleureusna abdi teh nuju belajar nuangkeun gagasan kanan tulisan. pami aya anu hoyong bertukar pikiran, atanapi masihan masukan or komentar, mangga dipersilahkeun. haturnuhun pisan ahmad

Aurat!!!

January 9, 2009 at 9:32 pm | Posted in Uncategorized | Leave a comment
Tags:

Perbincangan tentang aurat merupakan perbincangan yang bagi saya cukup menarik. Dikatakan menarik, karena memang terdapat debat didalamnya.

Sebagai muslim, saya kerap kali mendengar kata tersebut, terutama jika dikaitkan dengan tubuh perempuan.

Agama punya bahasanya sendiri tentang aurat. Menurut bahasa agama (barangkali lebih cocok interpretasi terhadap agama), sekujur tubuh perempuan itu aurat kecuali wajah dan tangan. Karena sebuah interpretasi, maka auratpun menimbulkan perspektif yang cukup beragam dikalangan yang concern dengan isu aurat.

Aurat sendiri (secara fiqih) berarti bagian tubuh yang harus ditutupi dan tidak boleh diakses oleh publik.

Karena dianggap aurat, maka sekujur tubuh perempuan itu harus dibalut dengan kain kecuali tangan dan wajah yang boleh tampak.

Tapi bagaimana perempuan itu membalut dirinya? Saya pikir, persoalan cara adalah persoalan yang cukup berkaitan dengan budaya seseorang dengan komunitas tertentu.

Pada point ini, perempuan indonesia punya caranya yang berbeda dalam menutupi tubuhnya dengan perempuan yang ada di saudi misalnya. Begitupun perempuan di iran punya style yang berbeda dalam berbusana dengan perempuan muslim di afrika. Bisa jadi mereka berbeda-beda dalam berbusana, tapi satu prinsip mereka yakni menutup aurat. Itu pun jika konteksnya menutup aurat.

Batasan aurat sendiri bisa jadi sangat beragam mengingat dunia ini tidak lah tunggal. Bahkan bisa jadi ada komunitas yang tak punya konsep aurat sama sekali.

Di irian jaya, laki-laki yang hampir telanjang dan hanya secuil kain dibadannya bisa jadi tidak dianggap aurat karena memang sudah terpola seperti itu. Bahkan dibarat, ada komunitas yang berani tampil telanjang dan bahkan mengambilnya sebagai trend dan gaya hidup. Kehidupan mereka tak punya kamus aurat.

Maka saya membayangkan, telah terjadi cara berfikir yang luar biasa berbeda. Yang satu berfikir bahwa perempuan itu aurat sehingga sekujur tubuhnya harus ditutup dengan kain, tapi dibelahan dunia lain, justru tampil telanjang di depan publik bisa jadi merupakan suatu pilihan yang dibanggakan. Dan hal demikian, bukan saja berlaku buat laki-laki, tapi juga perempuan. Bagi mereka, itu lumrah saja. Orang-orang yang aurat-minded bisa jadi kaget dan terperanjat melihatnya.

Berbicara tentang aurat maka tak lepas dari pembicaraan tentang pakaian untuk menutupinya. Dengan kata lain, bagaimana orang itu berbusana.

Dalam komunitas islam, misalnya, berbusana untuk perempuan menjadi perhatian yang cukup intens. Dan debat didalamnya tak pelak mencuat. Tapi, saya ingin melihat kemungkinan-kemunginan kenapa katakanlah seorang perempuan berkerudung.

Seorang perempuan berkerudung misalnya, tentu ada alasan kenapa ia berkerudung.

Bisa jadi ia berkerudung, karena paksaan dari luar. Misalnya saja ada aturan ketat bahwa seluruh mahasiswi wajib pake kerudung. Pada tahap ini, ia mengenakan kerudung bukan berdasarkan kesadaran tapi karena paksaan dari luar. Maka tak heran ada yang pake kerudung, tapi pakaiannya masih memperlihatkan lekuk-lekuk bentuk tubuhnya. Bukankah hal demikian bisa berpotensi menimbulkan aurat bagi yang melihatnya??

Bisa jadi perempuan berkerudung karena mengikuti fashion saja, yakni terombang ambing mengikuti irama fashion terkini. Tentu saja, fashion belum tentu sesuai dengan prinsip ajaran. Maka tak heran muncul istilah, berkerudung tapi telajang. Itu kan artinya berkerudung tapi tetap saja aurat.

Tapi ada juga yang berkerudung dengan penuh kesadaran bahwa hal itu bisa melindungi dirinya dari jahatnya alam dan merasa nyaman memakainya. Ia berkerudung bukan karena paksaan atau pun fashion. Ia berusaha untuk memadukan kesopanan berbusana (decency) dan kebersahajaan dalam berfikir dan berkepribadian.

Maka, dalam hal ini, implikasinya, sangat mungkin terjadi ada perempuan yang fanatik banget dengan jilbabnya atau kerudungnya, tapi prilakunya sinis dan menyakitkan. Bukankah sikap kecutnya dan muka masamnya adalah aurat juga? Kenapa ia care sama busananya tapi tidak care sama aurat lidahnya yang menyakitkan orang lain?

Implikasinya juga, bisa jadi ada perempuan yang tak berkerudung, tapi sikapnya sangat humanis, ramah, suka menolong dan respek terhadap manusia lainnya. Ia berusaha untuk mencerahkan orang lain.

Maka, saya pun mempertanyakan kembali konsep aurat. Lidah bisa jadi wilayah yang mengandung aurat, karena ia bisa menimbulkan fitnah. Oleh karena itu, lidah perlu dijaga dengan baik dan jangan diumbar sehingga tidak melahirkan kebohongan-kebohongan baik terhadap diri maupun terhadap publik. Tangan pun bisa menjadi aurat jika si empunya menggunakannya untuk menikam dan memukul orang lain.

Orang mungkin berfikir bahwa perempuan yang tak berkerudung adalah aurat. Orang mungkin berfikir bahwa perempuan yang bernyanyi adalah aurat, karena suara perempuan dianggapnya itu aurat. Tapi orang tak pernah berfikir bahwa kemiskinan itu aurat juga yang sifatnya sosial. Orang pun tak pernah menyangka bahwa kekerasan itu adalah juga aurat. Kenapa aurat-aurat sosial itu dibiarkan terbuka didepan mata.

Bukankah aurat-aurat sosial itu membutuhkan pakaian yang pas buat dirinya. Tentu saja pakaian disini tak bisa diartikan tekstual. Sifatnya sangat kontekstual sekali. Pakaian itu bisa berbentuk semangat hidup sederhana, bekerja keras, tidak meminta-minta, respek terhadap sesama, appresiatif terhadap beda, care terhadap lingkungan dan bersahabat. Kalau ada orang yang hidup glamor diatas penderitaan orang lain maka ia sesungguhnya telah memperlihatkan aurat-aurat dirinya kepada orang lain, dan itu haram hukumnya!!

Nyontek, Pengalamanku Waktu Bocah

January 9, 2009 at 9:30 pm | Posted in Uncategorized | Leave a comment
Tags:

Waktu kecil, saya punya pengalaman mencontek saat ujian. Penyebabnya, karena saya tidak tahu apa yang harus saya jawab. Tapi kenapa saya tidak bisa menjawab? Apakah karena saya tidak belajar, tidak pernah membaca ? atau apakah membaca, tapi soal-soal yang ditanyakan diluar apa yang dibaca atau dipelajari?

Pertanyaan lain juga, adalah kenapa belajar itu terjadi ketika ujian justru berada diambang pintu? Untuk hal ini, ada sebutan sistem kebut semalam (SKS). Jadi sistem belajarnya dadakan saja.

Yang saya rasakan waktu bocah, praktek mencontek ini akibat kemalasan saja. Waktu yang saya miliki lebih tersedot untuk bermain-main. Belajar hanya terjadi dikelas saja. Guru sering memberi pekerjaan rumah (PR). Namun karena saya bawaannya malas, PR pun tak jarang dihiraukan begitu saja. Kalaupun dikerjakan, hanya sebatas sekedarnya saja. Jadi gak pernah seirus.

Saya sering dimarahim ibu guru karena pekerjaan rumah saya sering terbengkalai. Biasanya saya sadar kalau saya punya PR, justru ketika keesokan harinya saya akan memulai belajar dikelas. Itupun karena mendapat sinyal dari teman-teman.

Akhirnya, saya pun mengerjakan PR tergesa-gesa. Pas saya tidak tahu, praktek mencontek pun akhirnya menjadi senjata andalan saya. Tentu saja ibu guru datang dan memasuki kelas. Hati saya pun tak nyaman karena ada semacam rasa cemas dan takut.

Takut ditanya dan ditunjuk untuk menjelaskan PR. Untung kalau paham, tapi sayang seringkali tidak paham. Jadi waktu itu, saya hanya memindahkan karya teman saya ke dalam catatan saya. Waktu bocah, saya suka melakukan plagiat.

Artinya, pengalaman-pengalaman tadi merupakan cermin dari ketidak jujuran, tidak percaya diri, tidak ada dignity, dan tidak punya nyali. Lalu saya bertanya, kenapa kok masa kecil saya seperti itu? Apa yang mempengaruhi saya untuk bersikap sepecundang itu? Nampaknya yang menjadi hipotesa saya adalah bagaimana lingkungan mempengaruhi saya, dan bagaimana saya mempersepsinya.

Alhamdulillah karakter pecundang itu tidak permanent dalam diri saya, seiring bertambahnya pengalaman, kedewasaan, dan tanggung jawab. Saya tidak tahu persis bagaimana perubahan itu terjadi.
Namun kalau saya harus menjawab, maka jawabannya adalah proses self-awarness saya bermain, selalu aktif dan memperanyakan. Ternyata pengalamanlah yang kemudian membuat saya lebih bisa belajar untuk belajar bijak.

Masa kecilku bisa menjadi cermin dan pelajaran bahwa ternyata praktek nyontek justru akan membuat tatanan menjadi ruksak. Juga sebagai cermin dari tidak adanya manajemen dalam hidup. Tidak punya kepedulian. Hidup tanpa dignity.

Saya pun sadar betul bahwa sangat mungkin terjadi bahwa praktek korupsi, nepotisme, dan praktek-praktek kotor lainnya bermulai dari kebiasaan mencontek.

Saya setuju apa yang dikatakan Mba Jenni, bahwa penyakit yang membuat Indonesia gak pernah maju, dan malah menunjukkan gelagat kemunduran, adalah penyakit mental yang sudah kronis dan melembaga.

Oleh karena itu, kalau ingin maju, maka harus berani melepaskan ethos pecundang dan menggantikannya dengan ethos pemenang. Akhirnya saya hanya bisa berujar “just change to the right one”.

Orang Kampung dan Kampungan

January 9, 2009 at 9:26 pm | Posted in Uncategorized | 1 Comment
Tags:

Saya sendiri berasal dari kampung, bagian perkampungan dari kota Bandung. Apakah saya yang dari kampung, lantas dengan sendirinya harus mendapat julukan kampungan?

Apa beda antara kampung dan kampungan? yang pertama adalah lebih menunjuk kepada geografis atau lokasi dimana seseorang tinggal. sementara yang yang kedua lebih menunjukkan suatu sikap yang “uncivilized” atau “uneducated” . bagaimana seseorang itu menyikapi sesuatu terlepas orang itu dari kota maupun desa.

Dari pemikiran diatas, orang kampung tidak tepat kalau dibilang kampungan hanya berdasarkan geografis. artinya orang kampung bisa saja lebih “ngota” ketimbang orang-orang yang hidup dikota ketika orang-orang kampung begitu respek dan simpati terhadap sesama.

Orang-orang yang tinggal dikota sebaliknya bisa saja lebih kampungan dari orang-orang kampung, jika orang-orang kota cenderung egois dan tidak punya respek baik terhadap sesama maupun terhadap alam.

Saya pun bertanya apakah korupsi yang terjadi di pusat-pusat kekuasaan itu bagian dari sikap kampungan? rasa-rasanya, praktek korupsi itu bukanlah praktek yang beradab, tapi justru jiji dan menjijikan. kalau korupsi itu praktek yang uncivilized, berarti pelaku-pelaku korupsi itu baik dikota maupun di desa, adalah orang-orang yang kampungan banget. Bisa jadi mobil mereka mewah, rumah mereka megah, tapi sayang dihasilkan dari mentalitas kampungan mereka.

Orang kampung jangan bersedih hati hanya karena tinggal di kampung. sebaiknya kampung kalian harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Buanglah sampah pada tempatnya. Bangunlah jiwa-jiwa entrepreneur untuk para remaja desa agar menjadi generasi dengan karaktek yang tegas dan kuat, bukan generasi yang pintar mengeluh. kampung kalian harus bersih sebersih pikiran dan hati kalian. Bangun pula jiwa-jiwa kritis yang tidak mau dibodohi oleh orang-orang yang ngakunya pintar tapi justru membodohi.

Orang kampung dengan karakter yang metropolitan dan well-civilized, kenapa tidak?

ahmad, Riyadh 5/1/2008

Ciparay : Terminal Cermin Kultur Masyarakat

February 4, 2008 at 5:54 pm | Posted in Kegelisahan | 5 Comments

Terminal Ciparay merupakan Terminal yang posisinya berdekatan dengan pasar Ciparay. Di sebelah selatan dari terminal, terdapat institusi pemerintahan daerah. Sehingga banyak juga para pejabat yang pulang pergi melewati terminal ini. Disebelah timur dari terminal, ada bangunan kantor polisi sebagai aparat keamanannya. saya sendiri pernah memohon pengesahan keterangan kelakuan baik dari kantor polisi tersebut. Dalam hal ini, berari polisi sebagai licence center bagi pengesahan kelakuan baik. Saya Cuma bisa tersenyum…..:).

 

Bisa dibilang, terminal ciparay merupakan lokasi dimana banyak orang dengan berbagai jabatan ada disana, dari kendektur, pengamen hingga pejabat pemerintahan meskipun tingkat daerah.

 

Tetapi tersedianya aparat pemerintahan tersebut tidak lantas membuat terminal Ciparay sebagai tempat yang indah dan tenang. Saya menyaksikan pasar yang kotor. Apalagi kalau musim hujan, sampah-sampah yang menumpuk ditengah-tengah pasar memunculkan bau yang tidak enak.

 

Ketertiban juga nampaknya masih terasa sebagai barang mahal. Diantara Mobil yang satu jurusan pun bahkan ada semacam persaingan tidak sehat dan membentuk kelompok-kelompok. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan karena bisa memancing terjadinya kerusuhan antar supir gara-gara persaingan untuk berebut penumpang.

 

Dan nampaknya, para penumpang dihinggapi rasa tidak nyaman karena dia tidak bebas menaiki mobil yang disukainya. Jadi satu penumpang bisa diperebutkan oleh lebih dari dua kendektur. Lantas gimana kalau ada penumpang perempuan diperebutkan oleh 3 kendektur yang rata-rata laki-laki. Kan berabe juga jadinya.

 

Dan itu terjadi di terminal yang berdekatan dengan institusi keamanan dan kantor pejabat pemerintahan lokal. Saya berfikir, kenapa kekacauan sistem dalam penertiban transpormasi umum dibiarkan berjalan bahkan secara telanjang.

Nampaknya sensitifas sosial dan political will perlu di asah kembali agar keberadaan para pejabat tersebut memberi efek positif dalam penataan sistem yang bagus agar tidak terjadi persaingan tidak sehat diantara para supir yang sama-sama anak bangsa.

Mungkinkah terminal ciparay menjadi terminal yang bersih dan bermartabat?

SMUN 1 CIPARAY DALAM IMAGINASI

January 10, 2008 at 5:52 pm | Posted in Uncategorized | 123 Comments

SMUN 1 CIPARAY, merupakan institusi pendidikan yang terletak di kecamatan Ciparay dengan Bandung sebagai kabupantennya.

Waktu saya di SMP negeri 2 pacet, ingin rasanya bisa melanjutkan ke SMUN Ciparay, karena selain statusnya negeri, dan banyak diminati masyarakat Ciparay (setidaknya menurut pengetahuan saya waktu itu), sekolah ini juga banyak menghasilkan lulusannya yang kemudian bisa melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang Bagus di Bandung.

Saking favoritnya, ada saja sebagian masyarakat yang ngotot memasukkan anaknya ke sekolah ini meskipun NEM (Nilai Ebtanas Murni) yang dimiliki anaknya dibawah standar. Saya sempat mendengar rumor bahwa praktek “nyogok” sempat terjadi disana.

Saya yang memilik NEM dibawah standar, (saya lupa lagi berapa Nilai NEM saya dan berapa Standar minimal NEM untuk bisa diterima waktu itu), terpaksa untuk gigit jari. pilihan pun tinggal 4, masuk jurusan STM, jurusan Pesantren murni, Sekolah Agama (MA, madrasah aliyah) atau jurusan Nganggur. Akhirnya, setelah berbagai pertimbangan, jurusan pesantren murni menjadi pilihan karena pertimbangan moralitas. (saya sendiri bertanya, kenapa pesantren identik dengan moralitas)

Kembali lagi ke sekolah SMUN. dalam pandangan saya, sekolah negeri ini masih menjadi favorit bagi masyarakat ciparay. Meskipun kini sekolah-sekolah swasta bermunculan. otomatis, ini sebuah tantangan bagi SMUN dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi murid-muridnya.

Dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain di Ciparay, SMUN bisa dibilang punya potensi besar untuk maju karena ia terbuka buat masyarakat luas karena penerimaan muridnya tidak dibatasi pada agama tertentu. istilahnya akomodatif untuk masyarakat luas dari berbagai golongan dan agama.

Dari segi lokasi, SMUN ini cukup menawan. dari jendela kelas, pemandangan hijau gunung terlihat begitu jelas. dan sangat mudah dijangkau oleh transportasi apapun karena tidak jauh dari jalan raya.

Saya berharap semoga SMUN ini bisa melahirkan lulusan-lulusan yang care sama lingkungan kampungnya. mensosialisasikan nilai-nilai etika tertinggi, tentu saja setelah nilai-nilai tersebut menjadi bagian dari hidupnya, sehingga lebih autentik.

Saya kira, sudah banyak lulusan-lulusan SMUN yang sukses dan banyak pula yang kini masih kuliah. mudah-mudahan situs ini menjadi media tukar pikiran antara sesama SMUN, dan sangat terbuka buat teman-teman yang lain, karena toh kita sama-sama anak bangsa yang lebih luas.

Saya sendiri bukan anak SMUN, bukan juga lulusan anak SMUN, tapi saya punya rasa memiliki terhadapnya. saya menyimpan banyak impian dan harapan semoga SMUN 1 Ciparay menjadi institusi pendidikan yang bisa memberikan perubahan baru yang lebih mencerahkan untuk masyarakat.

ahmad.

saudi arabia

Next Page »

Create a free website or blog at WordPress.com.
Entries and comments feeds.